SEJARAH – Dunia aktivisme Indonesia kembali kehilangan salah satu pejuangnya. Nur Widyatmaka, yang akrab dikenal sebagai Batang atau Vijay, telah berpulang setelah berjuang melawan penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, sahabat, dan kawan-kawan seperjuangan yang mengenalnya sebagai sosok gigih, penuh semangat, dan berjiwa besar.
Saya pertama kali mengenal Vijay pada tahun 1997, di masa-masa sulit ketika Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan organisasi terkait dinyatakan terlarang oleh rezim Orde Baru. Dalam sebuah rapat di kantin Universitas Trisakti, di tengah ancaman aparat intelijen, hanya segelintir kawan yang hadir, termasuk almarhum Petrus Bima Anugerah—aktivis yang hingga kini belum kembali setelah dihilangkan paksa. Rapat itu membahas kondisi organisasi, perlindungan para kader, serta sistem komunikasi di tengah represi negara.
Saat itu, Vijay baru tiba dari Yogyakarta dan belum memiliki nama alias. Saya spontan mengusulkan nama itu untuknya, dan tanpa keberatan, ia menerimanya. Sejak saat itu, kami tinggal dalam satu “shelter” yang sama, berbagi cerita, tawa, kelaparan, dan perjuangan. Kami menghadiri rapat, menyusun aksi, dan terus bergerak bersama, meski dibayangi ancaman.
Ada satu kisah yang hingga kini masih membekas di ingatan saya—sebuah pengalaman yang mengundang tawa sekaligus rasa iba. Suatu hari, seorang tetangga memberikan hati dan ampela ayam mentah kepada kami, yang tentu saja menjadi makanan mewah di masa sulit. Vijay dengan penuh semangat memasaknya menjadi sambal goreng hati-ampela. Saat saya kembali dari pertemuan dengan kurir organisasi, saya sudah membayangkan nikmatnya hidangan itu. Namun, sesampainya di shelter, saya justru menemukan Vijay dengan wajah kesal. Ternyata, saat ia tertidur dan lupa menutup pintu belakang, kucing-kucing liar datang dan menghabiskan masakannya.
Vijay bukan hanya sahabat dalam perjuangan, tetapi juga teman yang selalu hadir dalam berbagai fase kehidupan saya. Saat anak pertama saya, Cadas Propopuli, hendak lahir, saya diliputi kegelisahan karena situasi yang tidak memungkinkan saya pulang ke Surabaya. Rumah mertua saya sudah dipantau oleh intelijen, dan organisasi melarang saya kembali. Vijay memahami keresahan itu dan berusaha menghibur saya dengan kisah-kisah masa mudanya yang penuh kenakalan.
Setelah reformasi, kami mulai menjalani jalan masing-masing. Saya mengundurkan diri dari PRD pada tahun 2000, sementara Vijay kembali ke Yogyakarta. Meski komunikasi kami tak seintens dulu, setiap kali ia ke Jakarta, ia selalu menyempatkan diri mampir ke rumah saya di Depok. Begitu pula saat saya berkunjung ke Yogyakarta, saya dan keluarga selalu disambut hangat olehnya dan istrinya, Nining Wahyuningsih.
Di penghujung tahun 2023, saya kembali ke Yogyakarta untuk merayakan tahun baru bersama Vijay. Saat itu, ia mengabarkan kondisi kesehatannya yang memburuk. Kabar itu sungguh menyedihkan bagi saya. Ketika Idulfitri tiba, saya kembali mengunjunginya dan melihat langsung dampak kemoterapi yang ia jalani. Meskipun tubuhnya melemah, semangatnya tetap membara. Dalam komunikasi kami di WhatsApp, Vijay selalu menegaskan bahwa ia tak akan menyerah melawan penyakitnya.
Namun, perjuangan itu kini telah usai. Vijay telah bertempur habis-habisan, dan kini ia beristirahat dalam damai.
Baca juga:
Makna Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
|
Selamat jalan, sahabatku. Semangat dan dedikasimu akan terus menjadi inspirasi bagi kami yang masih meneruskan perjuangan. Sampai kita bertemu kembali.
Rest in Power, Nur Widyatmaka.
Bekasi, 04 Januari 2025
Danial Indrakusuma
Penggiat Buruh